Beberapa minggu terakhir saya banyak menghabiskan waktu untuk melakukan pemulihan dan penyesuaian setelah saya mengalami demam berdarah dan tipes. Dibalik semua itu, saya juga bersyukur bahwa bulan kemarin merupakan salah satu bulan penuh berkah, bagi umat muslim, kehadiran bulan Ramadan adalah bulan yang selalu dinanti-nanti, karena hanya berlangsung satu tahun sekali.
Kalau diingat-ingat lagi, saya menghabiskan sebagian besar waktu saya di rumah, biasanya (sebelum adanya corona) jadwal saya akan dipenuhi dengan buka puasa bersama teman-teman terdekat, kumpul dengan keluarga besar, bahkan melakukan perjalanan jauh di hari lebaran untuk bertemu sanak saudara. Selain berkumpul, umat muslim juga melakukan shalat tarawih secara berjamaah di masjid serta tak lupa membeli baju baru untuk lebaran nanti. Tradisi-tradisi ini sangat kental dan melekat dengan bulan Ramadan, tetapi setelah adanya COVID-19, semuanya harus ditunda untuk kebaikan bersama.
Namun, Ramadan kala COVID-19 di tahun kedua sedikit berbeda dari tahun sebelumnya. Jika di awal masuknya COVID-19 pada bulan Maret 2020 pemerintah memberlakukan penutupan dan melakukan penanganan yang sangat ketat, di tahun ini pemerintah memberikan sedikit kelonggaran seperti jam buka mal, restauran, dan tempat publik menjadi lebih lama dari biasanya, memperbolehkan shalat di masjid, dan memperbolehkan mudik. Tetapi, hal ini tidak berlaku di semua daerah. Dengan kelonggaran yang diberikan, serta genap satu tahunnya masyarakat “dikurung” dalam rumah, keadaan justru menjadi kurang terkontrol.
Saya ingin menceritakan sebuah kejadian yang saya alami sendiri ketika buka puasa bersama dengan teman-teman kuliah saya yang sudah tidak bertemu selama satu tahun. Berawal dari kami bertiga yang sepakat untuk mengadakan buka bersama di mal kawasan Karet, Jakarta Selatan.
Saat itu teman saya memilih mal yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya, dan memilih restauran jepang untuk tempat berkumpul kami. Ketika sampai di mal tersebut, saya cukup kaget melihat keadaan mal yang sepi pengunjung, bahkan ketika waktu sudah menuju angka 17.00 WIB, mal ini masih terbilang sepi, mungkin saja karena mal ini tidak memiliki department store besar dan minim toko ritel. Restauran juga masih sangat kosong, hanya ada beberapa meja yang terisi, dan tentunya masih menaati protokol kesehatan. Akhirnya, kami duduk di meja yang dapat diisi dengan 6 orang, tujuannya untuk tetap menjaga jarak sejauh 1 meter dengan yang lain. Kami juga selalu menggunakan masker, bahkan ketika menunggu makanan tiba dan setelah makan.
Keadaan berubah ketika adzan maghrib berkumandang, tak lama restauran dipadati pengunjung, bangku yang sudah diberi tanda “X” tetap diisi oleh orang-orang yang tidak mau mematuhi protokol kesehatan, demi makan dalam satu meja yang sama dengan teman-temannya. Tidak ada teguran yang dilontarkan oleh para pramusaji di sana, semuanya sibuk melayani para pengunjung yang jumlahnya sudah melebihi 50% dan sesekali pramusaji membantu pengunjung untuk memindahkan kursi, padahal meja yang ditempatinya sudah penuh. Perlu diketahui, restauran di Jakarta hanya diperbolehkan melakukan makan ditempat dengan kapasitas maksimal 50% saja dan tentunya memperlihatkan bahwa restauran sudah melanggar prokes.
Akhirnya, saya dan teman-teman hanya berada di sana sampai pukul 18.30 WIB, karena situasi yang semakin tidak terkendali. Buka bersama pun terasa terburu-buru, kami yang sudah saling tidak bertemu selama 1 tahun, nampaknya harus mengakhiri pertemuan tersebut dengan cepat. Kami juga tidak menyangka mal yang awalnya sangat sepi, dalam waktu sekejap saja sudah dipenuhi banyak orang yang mengantri untuk makan, bahkan antrian juga terlihat di dalam supermarket.
Pengalaman ini saya jadikan pengalaman pertama dan terakhir saya untuk buka bersama di kala pandemik. Saya yang awalnya sangat optimis dengan tingkat kesadaran masyarakat akan adanya COVID-19, seketika kecewa melihat tingkah laku masyarakat kelas menengah ke atas yang masih acuh akan protokol yang sudah diserukan pemerintah sejak tahun lalu. Pertemuan yang saya harap bisa lebih lama dan tentunya diiringi dengan rasa aman, hanya ada dalam pikiran saya saja ternyata. Saya sangat berharap bahwa masyarakat masih sadar betul bahwa COVID-19 masih ada dan masyarakat harus tetap patuh akan protokol kesehatan. Saya berharap kita semua tetap diberikan kesehatan dan perlindungan dari pandemik yang sedang terjadi. Dengan mematuhi protokol kesehatan kita sudah melindungi orang-orang yang kita sayangi dan menghentikan penyebaran virus di masyarakat.
Jangan Lupa Cek Postingan Sebelumnya!
- Hati-Hati dengan Kasus Penipuan yang Sedang Marak, Gunakan Cara Ini Agar Terhindar Dari Kejahatan!
- Good Food for A Good Mood: Resep Bubur Ini Cuman Butuh 3 Bahan Aja!
- Sunshine and Outdoor: Mini Popolo Bogor
- Get Your Body Healthier With Better Lifestyle
- Ramadhan Kedua Kala Covid, Pengalaman Buka Puasa Bersama yang Tak Ingin Terulang